ASAL USUL DESA TAWUN DAN SENDANG TAWUN
Legenda Duk Beji bermula pada abad ke-15. Sahibul
hikayah, Ki Ageng Tawun (disebut pula Ki Ageng Mentaun) menemukan
sendang atau mata air yang kemudian dinamai Sendang Tawun. Di sekitar
sendang (telaga) itu Ki Ageng Tawun dan istri menetap hingga dikarunai
dua anak, yaitu Raden Lodrojoyo dan Raden Hascaryo. Keduanya memiliki
kegemaran berbeda. Raden Lodrojoyo lebih suka bertani, sedangkan Raden
Hascaryo lebih mendalami ilmu kanuragan dan berguru kepada Raden
Sinorowito (putra Kesultanan Pajang).
Raden Hascaryo lantas diangkat menjadi senapati (panglima perang).
Menyadari tanggung jawab berat yang dipikul Raden Hascaryo, Ki Ageng
Tawun memutuskan memberikan pusaka andalannya berupa selendang bernama
Kyai Cinde sebagai bekal saat anaknya itu terlibat dalam peperangan
antara Pajang dan Blambangan. Di sisi lain, Raden Lodrojoyo memilih
hidup bersahaja dan selalu dekat dengan rakyat kecil.
Keinginannya yang cukup kuat untuk kepentingan warga adalah bagaimana
menjadikan mata sir Sendang Tawun tidak pernah habis dan berhenti
mengaliri sawah sawah warga meskipun pada musim kemarau panjang. Suatu
hari, tepatnya Jumat Legi, setelah memohon izin ayahnya, Raden
Lodrojoyo bersemedi dengan tapa kungkum (bertapa sambil berendam dalam
air) di Sendang Tawun memohon petunjuk Yang Maha Kuasa agar diberi
kemudahan membantu warga yang kebanyakan kaum petani. Tengah malam saat
menjalani tapa kungkum, Raden Lodrojoyo dikagetkan oleh suara ledakan
menggelegar.
Warga juga kaget dan berhamburan ke luar rumah. Mereka
berbondong-bondong menuju ke sendang, asal ledakan, tapi kemudian kaget
bukan kepalang. Mata mereka terbelalak sambil penuh keheranan
menyaksikan Sendang Tawun telah berpindah tempat ke sebelah utara
dengan posisi yang lebih tinggi dibandingkan areal persawahan warga.
Tak ayal, air sendang itu pun deras mengaliri sawah-sawah warga.
Ketika warga bersukacita menyaksikan areal sawahnya
teraliri dan tidak lagi cemas kekeringan di musim kemarau, justru saat
itu keberadaan Raden Lodrojoyo raib tidak ditemukan. Air di sendang
dikurasnya hingga dasarnya tampak. Namun, jasad Raden Lodrojoyo tidak
pernah ditemukan.
Meski demikian, warga terus mencarinya hingga menginjak hari Selasa
Kliwon. Masih juga jasadsang raden tidak didapatinya.Untuk mengenang
kejadian dan jasa RadenLodrojoyo, hingga kini setiap tahun di
TamanWisata Tawun selalu diadakan ritual bersih desa, tepatnya bersih
sendang, selalu pada Selasa Kliwon.
Sendang Tawun tidak hanya
menjadi lokasi ritual, namun kini juga sebagai salah satu obyek wisata
permandian andalan Pemerintah Kabupaten Ngawi. Selain wisata ritual Duk
Beji, Wisata Tawun juga memilik keunggulan sebagai lokasi berkembang
biaknya habitat bulus jawa (menyerupai kura-kura, namun batok
penampangnya lebih besar).Seperti disebutkan situs Sinar Ngawi, legenda
menyebutkan bulus jawa itu merupakan nenek moyang penduduk setempat
Izin share kak
BalasHapus