Selamat Membaca

Rabu, 26 April 2017

asal usul desa tawun


ASAL USUL DESA TAWUN DAN SENDANG TAWUN




          Legenda Duk Beji bermula pada abad ke-15. Sahibul hikayah, Ki Ageng Tawun (disebut pula Ki Ageng Mentaun) menemukan sendang atau mata air yang kemudian dinamai Sendang Tawun. Di sekitar sendang (telaga) itu Ki Ageng Tawun dan istri menetap hingga dikarunai dua anak, yaitu Raden Lodrojoyo dan Raden Hascaryo. Keduanya memiliki kegemaran berbeda. Raden Lodrojoyo lebih suka bertani, sedangkan Raden Hascaryo lebih mendalami ilmu kanuragan dan berguru kepada Raden Sinorowito (putra Kesultanan Pajang).
          Raden Hascaryo lantas diangkat menjadi senapati (panglima perang). Menyadari tanggung jawab berat yang dipikul Raden Hascaryo, Ki Ageng Tawun memutuskan memberikan pusaka andalannya berupa selendang bernama Kyai Cinde sebagai bekal saat anaknya itu terlibat dalam peperangan antara Pajang dan Blambangan. Di sisi lain, Raden Lodrojoyo memilih hidup bersahaja dan selalu dekat dengan rakyat kecil.
          Keinginannya yang cukup kuat untuk kepentingan warga adalah bagaimana menjadikan mata sir Sendang Tawun tidak pernah habis dan berhenti mengaliri sawah sawah  warga meskipun pada musim kemarau panjang. Suatu hari, tepatnya Jumat Legi, setelah memohon izin ayahnya, Raden Lodrojoyo bersemedi dengan tapa kungkum (bertapa sambil berendam dalam air) di Sendang Tawun memohon petunjuk Yang Maha Kuasa agar diberi kemudahan membantu warga yang kebanyakan kaum petani. Tengah malam saat menjalani tapa kungkum, Raden Lodrojoyo dikagetkan oleh suara ledakan menggelegar.
          Warga juga kaget dan berhamburan ke luar rumah. Mereka berbondong-bondong menuju ke sendang, asal ledakan, tapi kemudian kaget bukan kepalang. Mata mereka terbelalak sambil penuh keheranan menyaksikan Sendang Tawun telah berpindah tempat ke sebelah utara dengan posisi yang lebih tinggi dibandingkan areal persawahan warga. Tak ayal, air sendang itu pun deras mengaliri sawah-sawah warga.
          Ketika warga bersukacita menyaksikan areal sawahnya teraliri dan tidak lagi cemas kekeringan di musim kemarau, justru saat itu keberadaan Raden Lodrojoyo raib tidak ditemukan. Air di sendang dikurasnya hingga dasarnya tampak. Namun, jasad Raden Lodrojoyo tidak pernah ditemukan.
          Meski demikian, warga terus mencarinya hingga menginjak hari Selasa Kliwon. Masih juga jasadsang raden tidak didapatinya.Untuk mengenang kejadian dan jasa RadenLodrojoyo, hingga kini setiap tahun di TamanWisata Tawun selalu diadakan ritual bersih desa, tepatnya bersih sendang, selalu pada Selasa Kliwon.
        Sendang Tawun tidak hanya menjadi lokasi ritual, namun kini juga sebagai salah satu obyek wisata permandian andalan Pemerintah Kabupaten Ngawi. Selain wisata ritual Duk Beji, Wisata Tawun juga memilik keunggulan sebagai lokasi berkembang biaknya habitat bulus jawa (menyerupai kura-kura, namun batok penampangnya lebih besar).Seperti disebutkan situs Sinar Ngawi, legenda menyebutkan bulus jawa itu merupakan nenek moyang penduduk setempat


1 komentar: